TERBARU

10/recent/ticker-posts

Pandangan Islam Tentang Malpraktek



Sumber gambar: Freepik.com
Keterangan: Ilustrasi malpraktik




Adi Ingin Berbagi - Malpraktek adalah suatu kesalahan praktek yang dilakukan para petugas kesehatan (dokter, perawat dan sebagainya) terhadap pasien yang mengakibatkan dampak buruk bagi pasien sehingga pasien dapat meninggal atau cacat pada tubuhnya.

Para petugas kesehatan dituntut untuk membantu pasien agar pasien sembuh dengan cara mengobatinya. Namun, seorang dokter yang paling profesional pun bisa melakukan kesalahan dalam mengobati pasiennya. Dalam berbagai berita disebutkan bahwa para petugas kesehatan dapat dituntut jeratan hukum akibat kesalahannya dalam mengobati pasien.

Lalu bagaimana pandangan Islam tentang malpraktek ???

Tak ada agama yang paling sempurna, jelas dan aturannya yang membuat manusia aman dan sejahtera kecuali Islam. Orang yang mengobati seseorang maka ia harus mengetahui dan memiliki ilmu kedokteran karena menyembuhkan orang bukan perkara mudah.

Sebagaimana Rasulullah صل الله عليه وسلم  bersabda,

من تطبب ولم يعلم منه طب قبل ذلك فهوضامن

Artinya :

"Siapa pun yang melakukan pengobatan dan dia tak mengetahui ilmunya sebelum itu maka dia yang bertanggung jawab" [HR. An Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah dan yang lain, hadits hasan no. 54 dalam kitab Bahjah Bulub al Abrar]

Jika seorang petugas kesehatan melakukan kesalahan karena tak mempunyai ilmu kedokteran maka sang petugas kesehatan tersebut harus menggganti rugi bagi sang pasien yang telah dirugikannya sebagai bentuk tanggung jawabnya.

Ibnu Qayyim al Jauziyah رحمه الله berkata, "Maka wajib mengganti rugi (bertanggung jawab) bagi dokter yang bodoh jika melakukan praktek kedokteran dan tak mengetahui/mempelajari ilmu kedokteran sebelumnya'' [Thibbun Nabawi hal. 88, al Maktab ats Tsaqafi, Kairo]

Tugas menjadi seorang dokter atu perawat untuk mengobati penyakit bukan perkara mudah. Jika tak mempunyai ilmu kedokteran atau tak ahli di bidang kesehatan lalu tetap melakukan praktek dan terjadi kesalahan, maka dia berdosa dan harus bertanggung jawab.

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa'di رحمه الله  berkata, "Tidak boleh bagi seseorang melakukan suatu praktek pekerjaan di mana ia tak mumpuni dalam hal tersebut. Demikian juga dengan praktek kedokteran dan lainnya. Barangsiapa yang lancang melanggar maka ia berdosa. Dan apa yang ditimbulkan dari perbuatannya berupa hilangnya nyawa dan kerusakan anggota tubuh atau sejenisnya maka ia harus bertanggung jawab" [Bahjah Qulubil Abrar hal. 155, Dar Kutub al Ilmiyah, Beirut, cetakan ke-1, 1423 H]

Bila dokter atau petugas kesehatan melakukan kesalahan maka ia harus bertanggung jawab dengan membayar diyat (ganti rugi)

Sebagaimana Al Khathabi رحمه الله  berkata, "Saya tak mengetahui adanya perselisihan dalam pengobatan apabila seseorang melakukan kesalahan, sehingga menimbulkan mudharat pada pasien, maka ia harus menanggung ganti rugi. Orang yang melakukan praktek (kedokteran) yang tak mengetahui ilmu dan terapannya maka ia adalah orang yang melampaui batas. Apabila terjadi kerusakan akibat perbuatannya, maka ia harus bertanggung jawab dengan mengganti diyat'' [Thibbun Nabawi hal. 88, al Maktab ats Tsaqafi, Kairo]

Bila seorang dokter yang ahli mendapatkan izin dari sang pasien atau keluarga pasien lalu tak melakukan kesalahan dalam praktenya dan kemudian  terjadi kerusakan terhadap pasien maka sang dokter tak harus mengganti rugi karena ia telah melakukan praktek sesuai prosedur kesehatan. Meski tak harus bertanggung jawab tapi sang dokter yang telah mendapat izin dari pasien atau wali pasien tak boleh mempermainkan pengobatan pada sang pasien.

Sebagaimana Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa'di رحمه الله  berkata, "Dokter yang mahir, jika melakukan (praktek kedokteran) dan tak melakukan kesalahan, kemudian terjadi dalam prakteknya kerusakan/bahaya, maka ia tak harus mengganti rugi. Karena ia mendapat izin dari pasien atau wali pasien. Dan segala kerusakan yang timbul dalam perbuatan yang mendapat izin, maka tak harus mengganti rugi" [Bahjah Qulubil Abrar hal. 156, Dar Kutub al Ilmiyah, Beirut, cetakan ke-1, 1423 H]

Sebagaimana kaidah fiqhiyah :

ما ترتب عل المأذون فهو غير مضون واعكس بالعكس

Artinya :

"Apa pun (kerusakan) yang timbul dari sesuatu yang mendapat izin, maka tak harus mengganti rugi, dan kebalikannya" [Al Qawaidul Ushwul Jaami'ah hal. 21و Darul Wathan, Riyadh, cetakan ke-2, 1422 H]

5 pembagian praktek kedokteran menurut Ibnu Qayyim al jauziyah رحمه الله  :

1. Dokter yang mahir melakukan praktek sesuai standar dan tak melakukan kecerobohan

2. Dokter yang bodoh dan tak melakukan kesalahan


3. Dokter yang mahir dan mendapatkan izin kemudian melakukan kecerobohan

4. Dokter yang mahir berijtihad memberikan suatu resep obat kemudian ia salah dalam ijtihadnya

5. Dokter yang mahir melakukan pengobatan kepada anak kecil atau orang gila tanpa seizinnya tapi mendapat izin dari walinya

[Thibbun Nabawi hal. 88-90, al Maktab ats Tsaqafi, Kairo]

Sebenarnya dokter yang melakukan kesalahan dalam prakteknya (malpraktek) bisa dihukum dan dimasukkan ke dalam penjara agar masyarakat tak melakukan hal serupa. Hal ini dalam Islam disebut Ta'zir yaitu hukuman yang ditetapkan oleh pemerintah walau pun tak ada dalam syariat atau tak dijelaskan dalam syariat.

Seorang dokter atau petugas kesehatan harus mengetahui dan memiliki ilmu kedokteran agar sedikit mungkin tak melakukan kesalahan. Dan, dokter atau petugas kesehatan tak akan melakukan praktek kedokteran kecuali harus mendapat izin dari pasien atau wali pasien.


Baca juga:










Posting Komentar

0 Komentar